ᴄᴀʀɪ ᴅɪꜱɪɴɪ

Tuesday, October 29, 2024

SUKU SASAK

  Suku Sasak adalah kelompok etnis yang tinggal di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Mereka dikenal dengan budaya dan tradisi yang kaya, sebagian besar dipengaruhi oleh Islam dan tradisi lokal Wetu Telu. Sebagian besar masyarakat Sasak menganut agama Islam, tetapi masih ada kelompok yang mempertahankan kepercayaan tradisional Wetu Telu, yang memiliki praktik ibadah yang berbeda. Rumah tradisional mereka, yang disebut "bale," memiliki ciri khas arsitektur dengan atap curam dan dinding dari bambu serta tanah liat. Ini menciptakan desain yang fungsional dan sesuai dengan iklim lokal.



   Budaya Sasak kaya akan seni dan tradisi. Salah satu festival yang paling terkenal adalah Bau Nyale, di mana masyarakat menangkap nyale, sejenis cacing laut, sebagai bagian dari perayaan dan ritual kesuburan. Festival ini biasanya dilakukan setiap tahun pada bulan Februari atau Maret. Selain itu, mereka juga mengadakan upacara Rebo Bontong untuk menghindari bencana dan penyakit, serta Bebubus Batu yang merupakan upacara permohonan berkah.



Tradisi Bau Nyale

   Suku Sasak juga terkenal dengan kerajinan tangan mereka, termasuk tenun dan pembuatan perhiasan. Kain tenun tradisional mereka sering digunakan dalam upacara dan sebagai pakaian sehari-hari. Keterampilan ini diwariskan dari generasi ke generasi dan menunjukkan identitas budaya mereka yang kuat. Selain itu, musik tradisional seperti "cepung" juga menjadi bagian penting dari kehidupan sosial mereka, sering dimainkan dalam berbagai upacara.

   Masyarakat Sasak memiliki sistem sosial yang kuat, di mana keluarga dan komunitas memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dan saling membantu, yang terlihat dalam kegiatan sosial dan upacara adat. Hal ini menunjukkan bagaimana budaya Sasak tidak hanya terfokus pada individu tetapi juga pada kolektivitas sebagai bagian dari masyarakat yang harmonis.


Sumber :

- [Exploring Indonesia - Tradisi Suku Sasak](https://www.exploringindonesia.com/mengenal-tradisi-suku-sasak-rumah-adat-bahasa-hingga-sejarahnya)

- [Adat Nusantara - Suku Sasak](https://www.adatnusantara.web.id/suku-sasak-dari-lombok-ntb-artikel-lengkap)


Blog ke 34

SUKU DAYAK

   Suku Dayak merupakan kelompok etnis yang tinggal di pulau Kalimantan, Indonesia, dengan sejarah yang kaya dan budaya yang unik. Mereka dikenal karena kehidupan komunitasnya yang terpusat di rumah panjang, tempat tinggal tradisional yang mencerminkan kerja sama sosial. Rumah panjang ini sering dihiasi dengan ukiran yang indah dan memiliki makna spiritual bagi masyarakat Dayak.


   Masyarakat Dayak terkenal dengan pakaian adat yang terbuat dari kulit kayu, seperti king baba untuk pria dan king bibinge untuk wanita. Proses pembuatan pakaian ini melibatkan pengolahan kulit kayu hingga menjadi lentur dan dihias dengan warna alami. Aksesori dan perhiasan etnik juga menjadi bagian penting dari budaya mereka, menambah keindahan penampilan pada acara adat.


Rumah Adat 

   Tradisi dan upacara adat Suku Dayak sangat beragam, termasuk ritual penyambutan tamu, perayaan panen, serta upacara kematian. Upacara kematian, yang dikenal dengan sebutan "ngaben," seringkali melibatkan prosesi yang megah, simbolis, dan mengandung makna mendalam tentang perjalanan jiwa. Suku Dayak meyakini bahwa kehidupan tidak berakhir dengan kematian, melainkan berlanjut di dunia lain.

   Kehidupan sehari-hari suku Dayak sangat dipengaruhi oleh lingkungan alam sekitar mereka. Masyarakat Dayak biasanya mengandalkan pertanian, berburu, dan meramu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan modernisasi, mereka berusaha menjaga warisan budaya dan tradisi sambil beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.


Sumber:  [Parboaboa](https://parboaboa.com/mengenal-suku-dayak-sejarah-tradisi-dan-ragam-kebudayaan)


Blog ke 33

NASI LIWET MAKANAN KHAS SOLO

   Nasi liwet khas Kota Solo berbeda dengan nasi liwet yang berada di Jawa Barat maupun daerah lainnya. Nasi liwet Solo adalah nasi gurih yang dimasak dengan santan kelapa. Nasi tersebut disajikan dengan sayur labu siam yang dimasak sedikit pedas, telur pindang rebus, daging ayam opor yang disuwir, serta kumut atau areh alias kuah santan yang dikentalkan. Wadah nasi liwet ini cukup unik dengan menggunakan pincuk; alas atau wadah makan tradisional dari daun pisang.




   Dalam buku “Kuliner Surakarta: Mencipta Rasa Penuh Nuansa” karya Murdijati Gardjito, Shinta Teviningrum dan Swastika Dewi, disebutkan bahwa nasi liwet sebetulnya bukan berasal dari kaum bangsawan atau keraton. Nasi liwet dibuat oleh masyarakat biasa yang tinggal di Desa Menuran, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo. Sekitar tahun 1934, masyarakat Menuran mulai mencoba menjual nasi liwet ke sekitar wilayah Solo atau Surakarta. Dari sinilah, nasi liwet mulai dikenal dan dikonsumsi oleh keluarga bangsawan dan Kasunanan.

   Nasi liwet khas Solo adalah hidangan nasi gurih yang dimasak dengan santan, mirip dengan nasi uduk, namun memiliki cita rasa dan penyajian yang khas. Nasi liwet Solo biasanya disajikan dengan berbagai pelengkap seperti sayur labu siam (jipang) yang dimasak gurih, opor ayam, telur pindang, dan areh (saus kental dari santan yang dikentalkan tanpa tambahan bumbu).

   Ciri khas lainnya adalah cara penyajiannya yang unik, yakni menggunakan daun pisang yang dibentuk pincuk, membuat aromanya semakin nikmat. Rasa nasi yang gurih dari santan, dipadukan dengan kelezatan sayur dan lauknya, membuat nasi liwet Solo menjadi sajian yang terkenal dan banyak digemari, terutama di kota Solo sendiri.

   Nasi liwet Solo memiliki sejarah yang panjang dan erat kaitannya dengan budaya kuliner Jawa, khususnya di kota Solo (Surakarta). Makanan ini sudah ada sejak masa kerajaan di Jawa, sekitar abad ke-19, dan dulunya hanya disajikan dalam lingkungan kerajaan atau dalam acara adat dan ritual tertentu. Seiring waktu, hidangan ini menjadi populer di kalangan masyarakat dan mulai disajikan di berbagai acara seperti kenduri, syukuran, hingga acara keluarga.

   Awalnya, nasi liwet menjadi makanan yang menunjukkan status sosial karena menggunakan bahan-bahan yang terbilang mewah pada zamannya, seperti santan dan rempah yang khas. Kini, nasi liwet tidak hanya menjadi simbol tradisi, tetapi juga hidangan sehari-hari yang bisa ditemukan di warung makan, bahkan dijajakan oleh pedagang kaki lima di Solo.

Sumber : https://wonderfulimages.kemenparekraf.go.id/


Blog ke 32

KETOPRAK MAKANAN KHAS BETAWI

    Ketoprak berasal dari Betawi yang juga diketahui berakar di Jakarta. Sejarah ketoprak memiliki akar yang kuat dalam budaya Betawi, suku asli Jakarta yang memiliki warisan kuliner yang kaya dan unik. Ketoprak mulai muncul pada awal abad ke-20 sebagai salah satu variasi dari hidangan mi kering yang populer saat itu.



    Sejarah ketoprak yang menarik dimulai dari namanya yang unik. Nama “ketoprak” sendiri diyakini berasal dari bahasa Betawi, yang memiliki arti “ketupat taoge digeprak”. Hal ini menggambarkan cara penyajian ketoprak di atas piring, di mana berbagai bahan seperti toge, tahu, dan ketupat tersebar merata dan dilapisi dengan saus kacang.

   Pada awalnya, ketoprak dijual oleh pedagang kaki lima sebagai makanan ringan yang murah meriah dan praktis. Kelezatan dan kesederhanaan ketoprak membuatnya cepat diterima oleh masyarakat Jakarta dan segera menjadi hidangan yang populer di kalangan warga setempat.

   Ketoprak merupakan makanan khas Indonesia yang terbuat dari berbagai bahan, seperti bihun, taoge, tahu, lontong, mentimun, dan kol. Makanan ini disiram dengan bumbu kacang dan kecap kental manis, serta ditambahkan kerupuk goreng. 

Ada beberapa versi mengenai asal-usul nama ketoprak, yaitu:

• Nama ketoprak berasal dari bunyi piring yang terjatuh saat penjual makanan sedang menghidangkan ketoprak. 

• Nama ketoprak merupakan singkatan dari ketupat dan taoge yang digeprak. 

    Selain ketoprak sebagai makanan, ketoprak juga merupakan kesenian rakyat yang berasal dari Kota Surakarta, Jawa Tengah. Kesenian ini memadukan berbagai unsur kesenian, seperti karawitan, tari, dagelan, tembang, tata artistik, dan  seni peran. 


Sumber : Wikipedia 

Blog ke 31

Monday, October 28, 2024

AWUG MAKANAN KHAS BANDUNG

    Awug adalah makanan tradisional khas bandung yang terbuat dari tepung beras, kelapa, aroma daun pandan dan gula merah yang dikukus didalam aseupan (kukusan berbentuk lancip untuk membuat tumpeng).



   Menurut sejarahnya, Awug sudah akrab di kenal oleh masyarakat Sunda sejak tahun 1940-an, lho. Konon, pada saat itu, jajanan ini kerap kali dijadikan sebagai menu sarapan oleh para pejabat kerajaan. 

    Mulanya, masyarakat bahan dasar Awug terbuat dari tepung gaplek yang terbuat dari singkong. namun sejak tahun 1970-an masyarakat mulai jarang menggunakan gaplek dan beralih menggunakan tepung beras sebagai bahan dasar beberapa kue tradisional.

    Sekilas, Awug terlihat sama dengan Kue Putu. Meski sama-sama berbahan dasar tepung beras dengan isian gula merah, perbedaan dari Putu dan Awug terletak pada proses pembuatannya. Awug menggunakan aseupan, sedangkan Putu menggunakan bambu. 

    Konon sejarahnya awug adalah jajanan khas Sunda yang berasal dari wilayah pedalaman. Makanan ini biasanya dibuat oleh masyarakat lokal saat panen usai. Ajang Muhidin, mengisahkan pengalaman dirinya saat dulu memperhatikan neneknya membuat awug di kampungnya, Cicalengka. Ia lalu menirunya dan berhasil membuat awug enak yang sama. Kemudian, ia mencoba peruntungannya dengan menjajakan awug di Bandung. Saat itu tahun 1978, dan belum ada yang menjual awug di sekitaran bandung.

   Dengan menggunakan gerobak, Ajang berkeliling menjual awug hangat buatannya di sekitar kawasan pasar Cicadas. Banyak pedagang pasar di sana yang menyukai awug Ajang. Ajang cukup selektif dalam memilih bahan baku. Bahan baku yang dipilih (terutama beras) harus yang berkualitas. 

   Proses pembuatan awug sendiri cukup panjang. Beras direndam selama 24 jam. Kemudian, digiling hingga halus menjadi tepung. Lalu, dikukus setengah matang dan didiamkan selama tujuh jam. Setelah itu, dikukus kembali bersama gula merah dengan menggunakan kukusan atau aseupan. Setelah matang, awug disajikan hangat dengan parutan kelapa. Dengan adanya respon positif, Ajang lalu membuka kios di daerah Cibeunying pada tahun 1980.

   Meskipun bentuknya sederhana, namun saat dirasakan dimulut akan merasa ketagihan terutama bagi penggemar makanan tradisional khas indonesia. awug ini akan terasa nikmat apabila dikonsumsi hangat sore atau malam hari sebagai makanan yang ringan / cukup berat karena sudah mengandung karbohidrat.


Sumber : https://infogarut.id/


Blog ke 30

KUE PUTU MAKANAN KHAS JAWA DAN SUMATERA

   Kue putu adalah salah satu jenis kue tradisional Indonesia yang populer di daerah Jawa dan Sumatera. Kue ini terbuat dari beras ketan yang diisi dengan gula merah cair, kemudian dimasak menggunakan cetakan dari bambu yang disebut putu.

   Secara umum, di Indonesia ada dua jenis Kue Putu, yaitu Kue Putu asal Jawa dan Kue Putu asal Medan. Kue Putu asal Jawa berwarna hijau dan Kue Putu asal Medan berwarna putih. Ternyata asal mula tentang Kue Putu ini ditemukan di China Silk Museum.

   Kue putu atau puthu sudah menjadi jajanan pasar yang sangat familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Cara pembuatan yang unik yaitu dikukus di dalam bambu-bambu sehingga menimbulkan suara nyaring yang khas. Kue ini sangat digemari berkat rasanya yang nikmat, apalagi jika disantap selagi hangat.



Kue Putu dari Jawa


Kue putu dari Sumatera 

   Namun di balik kenikmatannya, terdapat cerita menarik tentang asal muasal kue putu yang telah dirangkum di bawah ini. Kue putu merupakan salah satu jajanan khas Jawa. Sebenarnya kue ini dapat ditemukan di China Silk Museum dan sudah ada sejak 1200 tahun yang lalu yaitu masa Dinasti Ming.

Namun di balik kenikmatannya, terdapat cerita menarik tentang asal muasal kue putu yang telah dirangkum di bawah ini.

   Kue putu merupakan salah satu jajanan khas Jawa. Sebenarnya kue ini dapat ditemukan di China Silk Museum dan sudah ada sejak 1200 tahun yang lalu yaitu masa Dinasti Ming.

    Zaman dahulu, kue putu disebut XianRoe Xiao Long, yaitu kue dari tepung beras yang diisi kacang hijau lembut yang dimasak dalam cetakan bambu. Semakin berkembang hingga disebut putu karena dalam naskah sastra lama, Serat Centhini yang ditulis pada tahun 1814 di masa kerajaan Mataram, muncullah nama puthu. Pada naskah tersebut disebutkan bahwa Ki Bayi Panurta yang meminta santrinya menyediakan hidangan pagi menyajikan makanan pendamping berupa serabi dan puthu. Puthu identik dengan kudapan yang disajikan pagi hari. Isian puthu sendiri ikut berubah dari kacang hijau jadi gula jawa yang saat itu tentunya, lebih mudah didapatkan.


Sumber : https://telusurkultur.com/


Blog ke 29

SUKU PAPUA

  Suku Papua adalah kelompok masyarakat asli dari wilayah Papua yang terdiri dari berbagai sub-suku, seperti Dani, Asmat, dan Biak, masing-masing dengan bahasa dan tradisi uniknya. Masyarakat Papua memiliki berbagai upacara adat yang memperkuat identitas budaya dan nilai komunitas, misalnya tradisi bakar batu, yang merupakan ritual memasak bersama sebagai simbol solidaritas dan persatuan. Dalam acara ini, masyarakat mengumpulkan bahan-bahan seperti batu dan kayu, lalu memasaknya dengan cara khas untuk menyatukan seluruh keluarga atau komunitas, menunjukkan rasa syukur pada Tuhan.



   Tradisi lain yang mencolok adalah Nasu Palek atau tradisi iris telinga, yang dilakukan oleh Suku Dani sebagai tanda duka saat kehilangan anggota keluarga. Setiap irisan telinga menunjukkan penghormatan kepada almarhum. Selain itu, Suku Asmat memiliki ritual pemakaman yang khas, di mana jenazah ditempatkan di atas perahu dan dibiarkan mengalir ke laut. Ini mencerminkan rasa kasih dan penghormatan mendalam kepada leluhur mereka, yang dilanjutkan dengan menyimpan tulang di tempat khusus sebagai kenangan.

    Selain itu, suku-suku di Papua juga memiliki tradisi lainnya, seperti Snap Mor, tradisi Suku Biak untuk menangkap ikan saat air laut surut. Ritual ini memperlihatkan kecakapan masyarakat Biak dalam membaca tanda-tanda alam dan memperkuat kebersamaan mereka. Sedangkan Suku Marind-Anim di Papua Selatan memiliki upacara tanam sasi sebagai bagian dari prosesi kematian yang diikuti dengan kayu sasi sebagai simbol kehadiran leluhur.


Upacara Tanam Sasi

   Melalui ragam tradisi ini, suku-suku di Papua menunjukkan komitmen pada nilai-nilai solidaritas, penghormatan leluhur, dan kesatuan alam. Meskipun berbeda satu sama lain, seluruh tradisi ini mencerminkan kekayaan budaya Papua yang sarat akan makna spiritual dan sosial, menjaga harmoni antar anggota komunitas mereka.


Sumber : [Indonesia.go.id](29) dan [Salam Papua](30).


Blog ke 28

SUKU MINAHASA SULAWESI

    Suku Minahasa berasal dari Sulawesi Utara dan dikenal dengan warisan budaya serta sejarah yang kaya. Menurut legenda, nenek moyang mereka adalah Toar dan Lumimuut. Pembagian kelompok awal terjadi dalam bentuk tiga klan besar, yang dikenal sebagai Makarua Siouw, Makatelu Pitu, dan Pasiowan Telu. Mereka berkembang menjadi beberapa sub-etnis, seperti Tombulu, Tonsea, Tondano, dan Tontemboan.




   Suku ini memiliki kebudayaan unik, termasuk upacara pemakaman yang dikenal dengan "Ma'nene," di mana jenazah leluhur dibersihkan dan dikenakan pakaian baru setiap beberapa tahun. Upacara ini mencerminkan hubungan kuat antara mereka dengan leluhur, dan sangat dihormati di antara komunitas mereka.

  Orang Minahasa juga dikenal dengan bahasa Minahasa, yang memiliki beberapa dialek tergantung pada sub-etnisnya. Salah satu simbol persatuan mereka adalah batu peringatan, Watu Pinawetengan, yang menjadi tempat pertemuan leluhur untuk menetapkan peraturan dan pembagian wilayah.



Rica rica

  Di bidang kuliner, Suku Minahasa terkenal dengan masakan yang pedas dan berani menggunakan bahan seperti daging hewan liar, serta bumbu lokal seperti rica dan woka. Masakan mereka mencerminkan kekayaan alam Sulawesi Utara serta selera yang khas dan berani.


Sumber :  [Wikipedia tentang Suku Minahasa](20).


Blog ke 27

SUKU AMBON

    Suku Ambon adalah kelompok etnis yang tinggal di Kepulauan Maluku, khususnya di Pulau Ambon. Dalam sejarahnya, Suku Ambon telah banyak terlibat dalam perdagangan internasional karena Maluku merupakan pusat rempah-rempah yang menarik minat pedagang dari Eropa dan Asia. Pengaruh perdagangan ini membawa berbagai elemen budaya luar yang kemudian bercampur dengan tradisi lokal. Bahasa yang digunakan oleh Suku Ambon adalah bahasa Melayu Ambon, sebuah dialek Melayu yang berkembang melalui interaksi dengan pedagang dan pengaruh kolonial Belanda.




   Budaya Suku Ambon juga sangat kaya dengan berbagai upacara adat dan kegiatan keagamaan. Masyarakatnya terkenal dengan penggunaan pakaian adat hitam dalam acara-acara tertentu, terutama untuk ritual keagamaan. Misalnya, dalam upacara adat sidi, pemuda dan pemudi memakai pakaian adat hitam yang melambangkan kesetiaan kepada Kristus. Selain itu, adat dan agama memiliki peran yang penting dalam kehidupan mereka, yang menciptakan perpaduan antara tradisi lokal dan pengaruh agama.

   Suku Ambon juga memiliki kuliner khas, seperti papeda (bubur sagu), ikan asap, dan sambal colo-colo, yang merupakan sambal khas Ambon yang digunakan untuk melengkapi hidangan ikan. Masakan khas Ambon ini mencerminkan kekayaan alam laut di sekitar Pulau Ambon dan bagaimana mereka memanfaatkan bahan-bahan lokal untuk menciptakan rasa unik dan khas.



Papeda

   Selain itu, alat musik tradisional seperti tifa, totobuang, suling bambu, dan ukulele memainkan peran penting dalam musik dan tarian tradisional mereka. Tifa, misalnya, adalah alat musik pukul yang mirip gendang dan biasa digunakan dalam berbagai acara adat dan pertunjukan seni. Musik dan tari tradisional ini menjadi simbol budaya yang diwariskan secara turun-temurun dan menunjukkan identitas budaya suku Ambon yang khas.


Sumber :  [Indephedia](38) dan [Archipelago Festival](39).


Blog ke 26

SUKU TORAJA

   Suku Toraja berasal dari Sulawesi Selatan dan terkenal dengan tradisi serta upacara pemakamannya yang sangat khas. Upacara pemakaman mereka, yang disebut Rambu Solo, adalah salah satu upacara kematian paling besar dan unik di dunia. Prosesinya melibatkan ritual-ritual yang kompleks, termasuk persembahan hewan kurban, tarian, dan nyanyian tradisional, yang bisa berlangsung beberapa hari bahkan beberapa minggu. Hal ini dilakukan untuk menghormati dan mengantar roh orang yang meninggal menuju kehidupan setelah mati.




   Rumah adat suku Toraja, yang disebut Tongkonan, memiliki arsitektur yang khas dengan atap berbentuk tanduk kerbau. Rumah ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga pusat kehidupan sosial dan adat Toraja. Setiap rumah Tongkonan dikelola oleh keluarga besar, yang menjadi simbol ikatan kekeluargaan yang kuat di antara mereka. Rumah ini juga digunakan untuk menyelenggarakan berbagai upacara adat lainnya.




   Bahasa yang digunakan oleh suku Toraja adalah bahasa Toraja, meskipun beberapa di antara mereka juga menggunakan bahasa Indonesia dan Bugis. Sistem kepercayaan asli mereka adalah Aluk Todolo, yang berhubungan erat dengan pemujaan leluhur dan alam. Namun, banyak orang Toraja kini juga memeluk agama Kristen dan Katolik, yang dibawa oleh para misionaris.

   Selain upacara pemakaman, suku Toraja juga memiliki berbagai tradisi dan kesenian, seperti tari Pa' Gellu, tari Ma'randing, dan seni ukir kayu. Seni ukiran kayu mereka memiliki simbol-simbol yang menggambarkan kehidupan dan filosofi suku Toraja, yang sering digunakan pada dinding rumah Tongkonan.

   Ekonomi suku Toraja sebagian besar didukung oleh pertanian, terutama kopi dan kakao, serta pariwisata. Wisatawan dari berbagai belahan dunia datang untuk melihat langsung budaya dan tradisi suku Toraja yang unik, menjadikan daerah Toraja sebagai salah satu destinasi wisata budaya utama di Indonesia.


Sumber : https://www.berakhirpekan.com/2022/01/tahapan-lengkap-pelaksanaan-upacara.html


Blog ke 25


JAWA BARAT, UPACARA ADAT SISINGAAN

   Sisingaan berasal dari Subang, Jawa Barat. Sisingaan disebut juga Gotong Singa atau Odong-odong. Sisingaan adalah kesenian yang dimainkan rakyat Subang saat melawan penjajah. Kesenian ini sebagai simbol pelecehan terhadap penjajah bahwa rakyat Subang tidak takut melawan penjajah saat itu.



   Sisingaan adalah kesenian tradisional khas Kabupaten Subang, Jawa Barat yang memiliki akar sejarah sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan.
 
Asal usul
    Sisingaan berawal dari kegiatan ritual masyarakat Subang yang berkembang menjadi seni hiburan. Tradisi ini muncul pada abad ke-19, ketika wilayah perkebunan Subang dikuasai oleh Inggris dan Belanda. 
 
Makna
    Sisingaan merupakan simbol perlawanan rakyat Subang terhadap penjajahan. Dalam kesenian ini, boneka singa digotong oleh empat orang seniman, dan di atasnya duduk seorang anak. Anak yang duduk di atas singa melambangkan generasi Indonesia selanjutnya yang harus berada di atas para penjajah. 
 


    Pada awalnya, bentuk sisingaan tidak seperti sekarang, melainkan menyerupai binatang atau hewan, seperti burung, macan, kuda, dan sebagainya. 
 
   Sisingaan berkembang menjadi identitas budaya masyarakat Subang dan ikon daerah. Sisingaan mulai ditampilkan dalam berbagai acara, baik acara tradisional maupun modern. 


Sumber : KOMPAS.com 

Blog ke 24

ACEH, UPACARA ADAT MEUGANG

   Kota Banda Aceh atau dijuluki Kota Serambi Mekkah memiliki tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Salah satunya meugang, tradisi yang dilakukan masyarakat Aceh menyambut Ramadhan dan Hari Raya Idul Adha.




Sejarah Tradisi Meugang

   Dilansir dari Journal of Communication Studies berjudul Tradisi Meugang Aceh dalam Kajian Komunikasi Islam oleh Teuku Faizin, meugang merupakan tradisi memotong hewan kurban dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha, serta menyambut bulan suci Ramadhan.

   Tradisi meugang yang dilaksanakan sekarang adalah pada saat H-1 atau H-2 Ramadhan, serta H-1 dan H-2 Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Pelaksanaan meugang di Aceh biasanya dilakukan dengan memotong hewan seperti sapi, kerbau, atau kambing.

   Mengutip dari laman resmi Warisan Budaya Kemdikbud, sejarah tradisi meugang di Aceh sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Tradisi meugang dimulai sejak masa Kerajaan Aceh pada 1607-1636 M.

   Kala itu Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah yang banyak kemudian membagikan dagingnya secara gratis kepada seluruh rakyatnya. Hal tersebut sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada rakyatnya.

   Tradisi ini juga dimanfaatkan oleh pahlawan Aceh dalam bergerilya, di mana daging sapi dan kambing diawetkan untuk perbekalan. Saat Belanda berhasil menaklukkan Kerajaan Aceh pada tahun 1873, tradisi ini tidak dilaksanakan lagi oleh raja.

   Namun, tradisi meugang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh, maka dalam kondisi apapun tradisi ini masih tetap dilaksanakan hingga saat ini.

Tujuan Tradisi Meugang

    Dikutip dari laman resmi Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, pada awalnya meugang itu dilakukan pada masa Kerajaan Aceh. Sultan memotong hewan dalam jumlah banyak dan membagikan dagingnya secara gratis sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada rakyat dan juga merayakan datangnya bulan suci Ramadhan.

    Setelah Belanda berhasil mengalahkan Kerajaan Aceh, masyarakat Aceh berinisiatif melakukan pemotongan sapi untuk memeriahkan meugang. Hingga kini, tradisi meugang masih mengakar kuat di tengah masyarakat Aceh.

Makna Tradisi Meugang

    Merujuk dari laman resmi Sekretariat Majelis Adat Aceh, tradisi meugang mengandung nilai religius dengan bersedekah atau saling berbagi dengan sesama masyarakat yang memiliki kemampuan lebih kepada masyarakat kurang mampu.

   Tradisi ini juga memupuk nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Bagi masyarakat Aceh, tradisi ini juga sebagai bentuk solidaritas sekaligus menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong.


Sumber : https://www.detik.com/sumut

Blog ke 23

BALI, UPACARA ADAT MELASTI

    Upacara Melasti adalah salah satu ritual ibadah untuk menyambut Hari Raya Suci Nyepi. Upacara ini dilakukan sebelum perayaan Nyepi oleh seluruh umat Hindu. Pelaksanaan upacara Melasti sebelum Nyepi ini tentunya memiliki makna dan tujuan.



    Upacara Melasti merupakan upacara yang dilakukan sebelum perayaan Hari Suci Nyepi. Mengutip dari situs resmi Kebudayaan Kemdikbud, upacara Melasti adalah ritual ibadah penyucian diri yang dilaksanakan satu tahun sekali sebelum umat Hindu menyambut Tahun Baru Saka.

   Upacara Melasti atau Mekiyis dilaksanakan sebelum ibadah Tawur Kesanga dan Catur Bhrata Penyepian atau Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka. Ritual ibadah ini dilaksanakan di pura yang berdekatan dengan sumber air kehidupan (tirta amertha), seperti laut, danau, atau sungai.

Pelaksanaan Upacara Melasti

    Sebelum melaksanakan upacara Melasti, umat Hindu terlebih dahulu melaksanakan persembahyangan yang dipimpin oleh seorang Romo dan Pinandita. Romo dan Pinandita ini memimpin doa-doa dan membacakan kitab yang akan didengar oleh seluruh umat Hindu.

   Ibadah ini cukup dilaksanakan dalam satu kali gelombang peribadatan. Setelah melaksanakan pembacaan doa-doa, bersama dengan Pinandita lainnya, mereka akan menuju laut untuk melaksanakan ritual upacara Melasti sembari membaca doa-doa.

    Setelah sampai di tengah laut, pemimpin ritual akan melarung sesaji berupa hewan ternak (ayam dan bebek), serta bunga yang diletakkan di atas anyaman pandan sembari membacakan doa-doa. Kemudian para Pinandita akan mengambil air laut tersebut yang akan digunakan untuk menyucikan umat Hindu dan Pralingga.

Arti dan Makna Upacara Melasti

    Melasti diartikan sebagai nganyudang malaning gumi ngamet tirta amertha yang berarti menghanyutkan atau membuang segala kotoran alam menggunakan air suci. Kotoran yang dimaksud adalah segala kotoran (dosa), baik dalam diri manusia (wan alit) maupun yang ada di dunia (wan agung). Selain itu, Melasti juga dilakukan sebagai wujud membersihkan Pralingga atau alat-alat persembahyangan.

    Makna dari upacara Melasti adalah sebagai proses pembersihan diri manusia secara lahir dan batin, juga sebagai pembersihan alam. Melansir situs resmi Kabupaten Badung, Melasti dalam sumber Lontar Sunarigama dan Sanghyang Aji Swamandala yang dirumuskan dalam bahasa Jawa Kuno menyebutkan:

"Melasti ngarania ngiring prewatek dewata angayutaken laraning jagat, papa klesa, letuhing bhuwana".

  Artinya bahwa Melasti adalah meningkatkan Sraddha dan Bhakti pada para Dewata manifestasi Tuhan Yang Maha Esa untuk menghanyutkan penderitaan masyarakat, menghilangkan papa klesa dan mencegah kerusakan alam.


Sumber : https://news.detik.com/


Blog ke 22

KERAJAAN TARUMANEGARA

   Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan kuno yang berkuasa di wilayah Pulau Jawa bagian barat dari abad ke-4 hingga ke-7 Masehi. Kerajaan ini didirikan oleh Jayasingawarman pada tahun 358 M dan mencapai masa kejayaan di bawah kepemimpinan Purnawarman, cucu dari pendiri kerajaan tersebut.




   Peninggalan sejarah Kerajaan Tarumanegara termasuk prasasti-prasasti seperti Ciaruteun, Jambu, Pasir Awi, Kebun Kopi, Muara Cianten, Tugu, dan Lebak. Prasasti-prasasti ini memberikan gambaran mengenai kehidupan pada masa itu dan menunjukkan keberadaan serta kejayaan kerajaan tersebut.

   Kerajaan Tarumanegara juga menjalin hubungan diplomatik dengan Cina pada abad ke-7 Masehi. Dalam aspek sosial-ekonomi, kerajaan ini memperhatikan kemakmuran rakyatnya dengan membangun infrastruktur seperti kanal untuk irigasi dan pelayaran.

  Agama yang dianut oleh raja Purnawarman dan rakyatnya adalah agama Hindu Siwa.Kerajaan Tarumanegara mengalami keruntuhan menjelang akhir abad ke-7 M, dibuktikan dengan hilangnya hubungan diplomatik dengan Cina setelah tahun 669 M. 

  Serangan dari Sriwijaya, terindikasi dalam Prasasti Kota Kapur (686 M), dapat menjadi pemicu. Jawa Barat jatuh di bawah pengaruh Sriwijaya setelah runtuhnya Tarumanegara. Nama “Sunda” muncul pada prasasti 925 M, menandai usaha untuk mengembalikan kekuasaan raja Sunda.


Meskipun kemenangan awal, pengaruh asing, terutama dari Swarnabhumi, tetap kuat hingga abad ke-13. Periode gelap di akhir abad ke-7 M berakhir dengan munculnya prasasti Canggal pada tahun 732 M, menandai awal kembalinya sejarah Jawa Barat.


Sumber : https://fahum.umsu.ac.id/


Blog ke 21

KERAJAAN MATARAM KUNO

    Kerajaan Mataram Kuno, juga dikenal sebagai Kerajaan Medang, adalah sebuah kerajaan Hindu-Buddha yang didirikan di Jawa Tengah pada abad ke-8. Pada abad ke-10, kerajaan ini pindah ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-9 dan ke-10, dan meninggalkan banyak peninggalan sejarah yang masih dapat dilihat hingga saat ini.




   Kerajaan Mataram Kuno didirikan pada tahun 732 M oleh Raja Sanjaya dari Dinasti Sanjaya. Prasasti Munggu dan Canggal menjadi bukti sejarah yang menunjukkan keberadaan kerajaan ini. Pada awal berdirinya, kerajaan ini berpusat di daerah Mataram, yang sekarang dikenal sebagai Yogyakarta dan sekitarnya di Jawa Tengah.

Masa Kejayaan Mataram Kuno

   Abad ke-8 menjadi saksi bisu kejayaan Mataram Kuno. Kerajaan Hindu-Buddha ini menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, membuka jalan bagi pertukaran budaya dan ekonomi yang memperkuat kedua kerajaan.

   Di bawah kepemimpinan Raja Rakai Pikatan (840-856 M) dari Dinasti Sanjaya, Mataram Kuno memasuki era baru. Pernikahannya dengan Pramowardhani dari Dinasti Syailendra, yang beragama Buddha, menandai persatuan dua dinasti besar dan membawa stabilitas politik.

   Persatuan ini memicu lonjakan pembangunan di Mataram Kuno. Candi-candi megah, seperti Borobudur, Mendut, dan Pawon, didirikan sebagai simbol kejayaan kerajaan dan bukti kemajuan seni arsitektur dan budaya.

   Masa kejayaan Mataram Kuno meninggalkan warisan budaya yang tak ternilai, yang masih dapat kita saksikan hingga saat ini. Candi-candi megah tersebut menjadi bukti peradaban maju dan menjadi daya tarik wisata yang mendunia.


Sumber : https://i0.wp.com/fahum.umsu.ac.id/wp-content/uploads/2024/03/Mataram-Kuno-Sejarah-Raja-dan-Peninggalannya.jpg?fit=1366%2C768&ssl=1


Blog ke 20

KERAJAAN DEMAK

    Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yang berdiri pada abad ke-15. Berdirinya kerajaan ini dipelopori oleh Raden Fatah, putra Brawijaya V, raja terakhir Majapahit. Raden Fatah, yang sejak muda mempelajari agama Islam dari Sunan Ampel, mendirikan Kerajaan Demak di daerah pesisir utara Jawa Tengah pada tahun 1475 Masehi. Awalnya, wilayah tersebut merupakan kadipaten yang diberikan oleh Majapahit kepada Raden Fatah sebagai hadiah. Dengan dukungan Walisongo, Raden Fatah berhasil mengokohkan Demak sebagai kerajaan Islam yang berkembang pesat dan menjadi pusat dakwah Islam di tanah Jawa.




   Pada tahun 1482, setelah runtuhnya Majapahit akibat serangan Kerajaan Keling Kediri, Raden Fatah memproklamasikan Demak sebagai kerajaan Islam. Ia diangkat sebagai sultan pertama dengan gelar Sultan Alam Akbar al-Fatah. Kerajaan Demak pun mulai menguasai wilayah-wilayah bekas Majapahit dan memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam. Dukungan Walisongo dalam dakwah Islam dan peran pesantren Glagahwangi sebagai pusat pendidikan agama membuat Demak semakin dihormati dan dikenal sebagai pusat penyebaran Islam.

    Masa kejayaan Kerajaan Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, putra Raden Fatah. Di bawah kepemimpinannya, Demak berhasil mengusir bangsa Portugis yang berusaha menguasai wilayah pesisir Jawa pada tahun 1527. Selain itu, Sultan Trenggono berhasil memperluas kekuasaan Demak hingga ke wilayah Jawa Timur, Bali, Lombok, Sumbawa, dan Maluku. Demak pada masa ini menjadi kekuatan politik dan militer terbesar di pulau Jawa, mengukuhkan posisi sebagai kerajaan Islam terkuat.

   Kerajaan Demak juga menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya melalui pernikahan politik. Salah satu contohnya adalah pernikahan putri Sultan Trenggono, Ratu Kalinyamat, dengan Sultan Hadlirin dari Kerajaan Jepara. Perjodohan ini bertujuan mempererat aliansi antar kerajaan Islam untuk menghadapi ancaman dari luar. Dengan demikian, Demak tidak hanya kuat secara militer tetapi juga dalam jaringan diplomasi yang kuat antar kerajaan Islam di Nusantara.

   Keruntuhan Kerajaan Demak terjadi setelah Sultan Trenggono wafat pada tahun 1546 dalam pertempuran melawan Kerajaan Pajajaran. Penerusnya, Sultan Prawoto, menghadapi pemberontakan Arya Penangsang yang merasa berhak atas takhta Demak. Konflik ini berakhir dengan tewasnya Arya Penangsang. Namun, Joko Tingkir, penguasa Pajang yang merupakan menantu Sultan Trenggono, kemudian mengkhianati Sultan Prawoto dan mengambil alih kekuasaan. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang, menobatkan dirinya sebagai raja, dan dengan demikian mengakhiri riwayat Kerajaan Demak.


Sumber : https://www.masa.biz.id/kerajaan-islam-pertama-di-pulau-jawa-demak-dan-sejarahnya


Blog ke 19

KERAJAAN MAJAPAHIT

    Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara yang didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293 di Trowulan, Jawa Timur. Awal berdirinya Majapahit bermula dari runtuhnya Kerajaan Singasari akibat pemberontakan Jayakatwang, Adipati Kediri. Setelah melarikan diri, Raden Wijaya mendirikan Majapahit dengan bantuan Arya Wiraraja dari Madura. Nama "Majapahit" diambil dari "buah maja" yang memiliki rasa pahit, menggambarkan perjuangan Raden Wijaya menghadapi pengkhianatan dan tantangan.




   Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan Mahapatih Gajah Mada sebagai tokoh utama. Gajah Mada, melalui Sumpah Palapa-nya, bertekad mempersatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Dengan strategi kepemimpinan yang cermat, Gajah Mada berhasil memperluas wilayah hingga ke Sumatra, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada ini dianggap sebagai era keemasan Majapahit.

   Sejumlah raja pernah memerintah di Kerajaan Majapahit. Raden Wijaya, pendiri Majapahit, berkuasa dari tahun 1293 hingga 1309 dan digantikan oleh Raja Jayanegara yang berkuasa hingga tahun 1328 sebelum dibunuh oleh tabibnya sendiri, Tanca. Setelahnya, Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani memimpin dan berhasil memadamkan pemberontakan berkat bantuan Gajah Mada. Hayam Wuruk, yang naik takhta pada usia 16 tahun, berhasil membawa Majapahit mencapai puncak kejayaannya.

   Majapahit meninggalkan berbagai warisan budaya dan bangunan. Candi-candi seperti Candi Penataran di Blitar dan Candi Tikus di Mojokerto menjadi tempat ibadah dan simbol keagamaan pada masa itu. Karya sastra Majapahit, seperti Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, mencatat sejarah dan wilayah kekuasaan Majapahit, sementara prasasti-prasasti seperti Prasasti Waringin Pitu memberikan informasi berharga tentang kehidupan kerajaan.

   Peninggalan Kerajaan Majapahit ini menjadi bukti kejayaan dan pengaruh besar yang dimiliki Majapahit di masa lalu. Majapahit tidak hanya terkenal karena kekuatan militernya, tetapi juga karena kontribusi budaya, sastra, dan agama yang kaya serta berdampak pada sejarah Nusantara hingga saat ini.


Sumber : https://fahum.umsu.ac.id/kerajaan-majapahit-sejarah-raja-dan-peninggalannya/


Blog ke 18

KERAJAAN SINGOSARI

    Kerajaan Singosari adalah kerajaan Hindu yang berdiri di Jawa Timur, tepatnya di daerah Malang. Sebelum dikenal sebagai Singosari, kerajaan ini bernama Tumapel dengan ibu kota di Singosari. Namun, nama ibu kota tersebut lebih dikenal, sehingga kerajaan ini disebut Kerajaan Singosari. Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 Masehi setelah ia berhasil membunuh Tunggul Ametung, penguasa Tumapel saat itu, dan menikahi Ken Dedes, istri Tunggul Ametung.




   Setelah berhasil mengambil alih kekuasaan Tumapel, Ken Arok menaklukkan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Raja Kertajaya, sehingga Tumapel menjadi kerajaan besar yang dikenal sebagai Singosari. Kerajaan ini mencapai masa kejayaannya di bawah Raja Kertanegara, yang memerintah dari tahun 1268 hingga 1292 Masehi. Pada masa pemerintahannya, Singosari menguasai wilayah yang luas, mencakup Sunda, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga Selat Malaka. Kertanegara juga dikenal dengan kebijakan ekspedisi Pamalayu untuk menguatkan pengaruh Singosari di wilayah Sumatera.


   Dalam bidang ekonomi, Kerajaan Singosari berkembang cukup pesat berkat lokasinya di lembah Sungai Brantas yang subur dan strategis. Sungai ini memungkinkan perdagangan antardaerah yang menjadi sumber pendapatan kerajaan. Mayoritas rakyat Singosari berprofesi sebagai petani, namun banyak juga yang berdagang. Kemakmuran ekonomi Singosari mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Kertanegara, yang berhasil menjaga stabilitas ekonomi dan memperluas jalur perdagangan.


   Kehidupan sosial dan budaya di Singosari juga berkembang pesat. Agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai, dan banyak produk kebudayaan yang dihasilkan, seperti prasasti, patung, dan candi. Peninggalan terkenal dari Kerajaan Singosari antara lain Candi Singosari, Candi Jago, dan Candi Kidal. Selain itu, terdapat juga Patung Ken Dedes yang dihormati sebagai Dewi Kesuburan. Kehidupan sosial masyarakat Singosari mengalami pasang surut tergantung dari kebijakan raja yang memimpin.


   Kerajaan Singosari mengalami kehancuran setelah diserang oleh Jayakatwang dari Kediri. Kertanegara, yang lebih fokus pada ekspansi wilayah daripada pertahanan internal, tidak menyadari serangan tersebut. Serangan dari dua arah yang dipimpin oleh Jayakatwang dan sekutunya, Wiraraja, berhasil mengecoh pertahanan Singosari hingga akhirnya Kertanegara terbunuh. Dengan tewasnya Kertanegara, berakhir pula masa kejayaan Kerajaan Singosari, dan kekuasaan di wilayah tersebut pun berpindah tangan.


Sumber : https://www.gramedia.com/literasi/pendiri-kerajaan-singosari/


Blog ke 17

RENDANG MAKANAN KHAS MINANGKABAU

  Rendang merupakan makanan tradisional asal Minangkabau, Sumatera Barat. 




Sejarah Asal Usul Rendang

  Rendang adalah kuliner asli asal Minangkabau, Sumatra Barat. Orang Minang menyebut kuliner ini dengan nama "randang". Asal katanya dari marandang, yang berarti memasak santan hingga kering secara perlahan. Rendang perlu dimasak lama hingga kuahnya kering.

  Dalam catatan sejarah, tidak banyak bukti tertulis ditemukan. Namun jika merunut dari adat, makanan rendang telah ada di setiap upacara adat Minangkabau yang sudah berlangsung sejak berabad-abad lalu.

  Menurut sebuah catatan tertulis abad ke-19, disebutkan bahwa rendang muncul pada abad ke-16. Kala itu, orang Minang suka bepergian ke Selat Malaka dan Singapura. Perjalanan lewat jalur air dan memakan waktu hingga sebulan atau lebih. Karena tidak ada tempat untuk kapal singgah, maka perantau menyiapkan makanan tahan lama yakni rendang.

Ada Sejak Masa Kerajaan hingga Era Belanda

   Catatan lain juga menyebut bahwa rendang sudah ada sejak zaman Kerajaan Pagaruyung, tepatnya pada masa Raja Adityawarman (1347-1375 Masehi). Namun, daging yang digunakan saat itu adalah dari kerbau.

   Adapun jika dilihat dari bentuknya, rendang juga diduga adalah perubahan dari kari, makanan khas India. Hal ini dikaitkan dengan kedatangan pedagang dari Gujarat, India yang ada sejak abad ke-14.

   Pedagang Gujarat datang membawa rempah-rempah khas India. Oleh sebab itu, rendang dianggap bagian dari proses lanjutan dari kari yang lebih kering. Kemudian keberadaan rendang juga tercatat dalam catatan tertulis orang Belanda bernama Kolonel Stuers pada tahun 1827.

   Dalam catatannya, Stuers tak spesifik menyebutnya rendang, namun ia menyebut sebuah makanan yang dihitamkan dan dihanguskan. Ciri tersebut tentu cocok dengan ciri-ciri rendang yang memang dimasak hingga kering dan berwarna gelap.

Ditemukan di Negara Lain

   Hingga saat ini, banyak rendang yang bisa ditemukan di negara lain termasuk negara Malaysia. Namun jika merunut catatan sejarah yang ada, asal usulnya tetap berasal dari Indonesia.

   Rendang asli Minangkabau dan yang ditemukan di Malaysia pun memiliki perbedaan, Perbedaan yang dimaksud antara lain tekstur rendang Indonesia yang cenderung lebih kering karena dimasak paling tidak selama 8 jam. Berbeda dengan rendang Malaysia yang lebih basah karena hanya dimasak selama 4 jam.

Jadi sudah jelas bahwa rendang adalah makanan asli Minangkabau Indonesia.


Sumber : https://www.detik.com/edu


Blog ke 16

PEMPEK MAKANAN KHAS PALEMBANG

   Pempek (atau disebut juga empek-empek) merupakan hidangan bercita rasa ikan yang disajikan dengan kuah berwarna hitam khas Palembang bernama cuko. Makanan yang sudah ada sejak zaman kerajaan ini memiliki beberapa variasi, seperti pempek kapal selam, lenjer, lenggang, dan lain sebagainya.



Sejarah Pempek Palembang

   Mengutip buku Pempek Palembang Makanan Tradisional dari Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan, pempek pertama kali ditemukan pada zaman Kerajaan Sriwijaya atau sekitar abad & Masehi. Hal ini dibuktikan dengan temuan Prasasti Talang Tuo yang menyatakan tanaman sagu sudah ada sejak abad ke-7.

   Sementara, menurut buku Teks Bacaan Berbasis Budaya Lokal Sumatera Selatan Bagi Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (2022) oleh Rita Inderawati dkk., pempek alias pempek dikenal di Palembang seiring masuknya perantau Tionghoa di kota tersebut.

  Tepatnya, pada sekitar abad ke-16 pada masa Sultan Badaruddin II dari kerajaan Palembang Darussalam. Pada masa tersebut, makanan ini disebut dengan 'kelesan'.

  Kelesan ialah sajian dalam acara adat di dalam Rumah Limas yang memiliki sifat dan kegunaan tertentu. Diberi nama kelesan, karena makanan ini diolah atau dibentuk dengan cara dikeles hingga dapat disimpan lebih lama.

   Awalnya, pempek dibuat oleh orang asli Palembang yang kemudian dititipkan ke orang Tionghoa untuk dijual. Pempek tersebut mulai dijual oleh orang-orang China pada tahun 1916 dengan cara dijajakan sambil keliling dari kampung ke kampung dengan berjalan kaki.

   Biasanya, jajanan tersebut dijual di kawasan keraton, yang saat ini adalah kawasan Masjid Agung dan Masjid Lama Palembang. Penamaan nama pempek berasal dari nama panggilan oleh pembeli kepada si penjual kelesan yang dipanggil dengan 'empek' atau 'apek' yang dalam bahasa China berarti "paman".

   Para pembeli memanggil penjual kelesan tersebut dengan memanggil 'Pek, empek' yang akhirnya dikenal sebagai pempek dan bertahan hingga sekarang.


Sumber : https://www.detik.com/sumbagsel


Blog ke 15

YANGKO MAKANAN KHAS JOGJA

   Saat pergi berwisata ke Jogja, salah satu makanan khas yang tak boleh lupa untuk dijadikan buah tangan adalah yangko. Makanan kenyal dengan warna yang menarik ini bisa jadi pilihan oleh-oleh dengan rasa manis yang pas di mulut.

   Yangko adalah makanan kenyal yang terbuat dari tepung ketan, biasanya dijual dengan berbagai warna menarik. Tak hanya teksturnya yang kenyal dan rasa manisnya yang menarik perhatian, tetapi sejarah atau asal-usul yangko pun sukses membuat penasaran wisatawan untuk mencobanya.


   Dahulu, Kotagede merupakan ibu kota Kerajaan Mataram Islam. Kerajaan ini merupakan cikal-bakal Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Jogja. Di kota inilah sejarah yangko bermula.

  Saat itu, makanan yangko dikenal sebagai makanan raja-raja atau para priyayi. Tidak semua rakyat biasa bisa menikmatinya. Bahkan, makanan yangko pernah dijadikan bekal makanan oleh Pangeran Diponegoro saat bergerilya, karena dapat bertahan cukup lama

   Nama yangko diyakini berasal dari kata kiyangko. Dalam pelafalan lidah orang Jawa, kata itu kemudian diucapkan menjadi yangko. Konon, orang yang pertama kali mengenalkannya adalah Mbah Ireng. Meskipun Mbah Ireng sudah membuatnya sejak 1921, yangko baru mulai dikenal luas oleh masyarakat pada sekitar tahun 1939.

  Untuk mendapatkan yangko ini pun tak susah, makanan kenyal ini banyak dijajakan di pusat-pusat jajanan atau pasar tradisional.


Sumber : https://www-detik-com.


Blog ke 14

SUKU BATAK

   Suku Batak adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Sumatera Utara, Indonesia. Mereka dikenal memiliki budaya yang kaya dan beragam, serta sejarah yang panjang. Suku Batak terdiri dari beberapa sub-suku, termasuk Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, dan Mandailing. Masing-masing sub-suku memiliki bahasa, adat, dan tradisi yang berbeda, meskipun ada juga kesamaan dalam beberapa aspek budaya. Suku Batak memiliki kedekatan yang kuat dengan alam dan seringkali menggambarkan hubungan ini melalui seni dan ritual yang berakar dari kepercayaan animisme sebelum menerima pengaruh agama Kristen dan Islam.




   Bahasa Batak juga memiliki banyak varian sesuai dengan sub-suku, dengan bahasa Toba sebagai yang paling terkenal. Masyarakat Batak memiliki tradisi lisan yang kaya, termasuk cerita rakyat, mitos, dan sejarah yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu ciri khas dari suku Batak adalah sistem kekerabatan yang matrilineal, di mana garis keturunan diturunkan melalui pihak wanita. Hal ini terlihat jelas dalam struktur keluarga dan pengambilan keputusan dalam masyarakat. Upacara adat, seperti pernikahan dan kematian, diadakan dengan sangat meriah dan dihadiri oleh banyak orang, mencerminkan pentingnya solidaritas sosial dalam budaya Batak.


   Suku Batak juga dikenal dengan seni dan kerajinan mereka, termasuk tenun ulos yang merupakan kain tradisional Batak. Ulos sering digunakan dalam berbagai upacara, simbol harapan, dan keharmonisan. Selain itu, musik dan tarian tradisional Batak, seperti gondang sabangunan, juga memiliki peran penting dalam upacara adat dan perayaan. Instrumen musik tradisional, seperti gondang (drum), saxophone, dan serunai (alat tiup), sering dimainkan untuk menemani tarian dan nyanyian yang menggambarkan kisah-kisah dari kehidupan sehari-hari dan kepercayaan mereka.




   Suku Batak memiliki kepercayaan yang kuat terhadap nenek moyang dan ritual pemujaan yang dilakukan untuk menghormati mereka. Hal ini terlihat dalam upacara-upacara yang melibatkan penyembelihan hewan sebagai persembahan kepada roh nenek moyang dan dewa-dewa. Meski banyak orang Batak yang kini beragama Kristen atau Islam, pengaruh tradisi nenek moyang masih tetap kuat dan seringkali digabungkan dengan praktik keagamaan. Ini menunjukkan fleksibilitas dan kemampuan suku Batak untuk beradaptasi dengan perubahan zaman sambil tetap menjaga identitas budaya mereka.


   Dalam konteks modern, suku Batak berperan penting dalam perekonomian Indonesia, terutama melalui sektor pariwisata dan pertanian. Danau Toba, yang merupakan danau vulkanik terbesar di Indonesia, adalah destinasi wisata utama yang menarik banyak pengunjung domestik dan internasional. Selain itu, banyak orang Batak yang sukses di berbagai bidang, termasuk politik, bisnis, dan seni, yang berkontribusi pada pembangunan masyarakat. Meskipun tantangan globalisasi terus memengaruhi kehidupan tradisional mereka, suku Batak tetap berkomitmen untuk melestarikan budaya dan tradisi mereka agar tetap relevan di masa depan.


Sumber :

1. [Suku Batak di Wikipedia](https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak)

2. [Budaya Batak](https://www.indonesia.travel/gb/en/news/discover-the-beautiful-batak-culture-in-north-sumatra)


Blog ke 13

SUKU BALI

   Suku Bali adalah salah satu suku yang mendiami pulau Bali, Indonesia. Suku ini terkenal dengan budaya dan tradisi yang kaya serta kehidupan masyarakatnya yang berlandaskan pada ajaran Hindu. Sebagian besar penduduk Bali menganut agama Hindu, yang sangat mempengaruhi semua aspek kehidupan mereka, mulai dari ritual, seni, hingga kehidupan sehari-hari. Dalam masyarakat Bali, setiap upacara keagamaan dianggap sangat penting dan dilakukan dengan penuh rasa hormat, baik itu upacara kematian, pernikahan, atau hari raya. Hal ini membuat Bali dikenal sebagai pulau dengan banyak festival dan perayaan yang menarik, seperti Nyepi, Galungan, dan Kuningan.




    Suku Bali memiliki bahasa dan dialek sendiri, yaitu bahasa Bali. Bahasa ini memiliki beberapa tingkatan yang digunakan sesuai dengan situasi dan status sosial pembicara. Masyarakat Bali juga terkenal dengan keterampilan mereka dalam seni dan kerajinan, seperti seni lukis, patung, tari, dan musik. Tarian tradisional Bali, seperti Tari Kecak dan Tari Barong, sering dipentaskan dalam upacara keagamaan maupun acara wisata, menampilkan keindahan gerak dan kostum yang kaya warna. Seni ukir dan kerajinan tangan, terutama yang berbahan kayu dan perak, juga merupakan bagian penting dari budaya Bali.


   Sistem sosial masyarakat Bali sangat dipengaruhi oleh sistem desa yang disebut "desa adat". Setiap desa adat memiliki pemimpin dan organisasi yang mengatur kehidupan sosial, budaya, dan agama warganya. Kearifan lokal yang ada dalam masyarakat Bali mengajarkan pentingnya gotong royong dan saling menghormati. Masyarakat Bali dikenal dengan sikap ramah tamah, di mana pengunjung atau wisatawan sering merasa disambut dengan hangat. Keberadaan lembaga adat juga membantu menjaga tradisi dan warisan budaya Bali agar tetap hidup meski menghadapi modernisasi.



   Namun, dengan perkembangan pariwisata yang pesat di Bali, masyarakat Bali menghadapi tantangan dalam mempertahankan budaya asli mereka. Peningkatan jumlah wisatawan sering kali membawa perubahan dalam cara hidup dan nilai-nilai masyarakat. Meskipun demikian, banyak orang Bali yang berusaha untuk menjaga tradisi dan kebudayaan mereka dengan tetap melaksanakan ritual dan upacara keagamaan. Mereka juga memanfaatkan pariwisata sebagai sarana untuk memperkenalkan budaya mereka kepada dunia sambil tetap berpegang pada nilai-nilai asli.


   Secara keseluruhan, suku Bali merupakan contoh masyarakat yang kaya akan budaya dan tradisi. Mereka tidak hanya mempertahankan warisan leluhur tetapi juga beradaptasi dengan perkembangan zaman. Keberadaan suku Bali sangat penting dalam membentuk identitas pulau Bali sebagai destinasi wisata dunia yang terkenal, serta sebagai tempat di mana budaya dan tradisi masih hidup dan dihormati. Dengan demikian, keberlanjutan budaya Bali akan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk generasi mendatang dalam menjaga kekayaan budaya yang telah ada selama berabad-abad.


Sumber : [Wikipedia tentang Suku Bali](https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bali).


Blog ke 12

SUKU JAWA

   Suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia yang mayoritas menetap di Pulau Jawa, khususnya di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Mereka dikenal dengan budaya yang sangat beragam dan kaya akan tradisi, mulai dari bahasa, kesenian, hingga adat istiadat yang khas. Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah yang masih banyak digunakan dalam komunikasi sehari-hari, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Bahasa ini memiliki tingkatan yang mencerminkan kesopanan, yaitu ngoko (bahasa kasar), krama (bahasa sopan), dan krama inggil (bahasa halus). Selain itu, suku Jawa terkenal dengan prinsip "tepo seliro," yaitu sikap tenggang rasa dan menghargai perasaan orang lain. Prinsip ini tercermin dalam sikap keseharian mereka yang cenderung sopan dan menghindari konflik terbuka.




   Agama dan spiritualitas juga memiliki peran yang besar dalam kehidupan masyarakat Jawa. Mayoritas suku Jawa memeluk agama Islam, namun terdapat pula yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Meskipun begitu, banyak tradisi spiritual yang masih kental, seperti Kejawen, sebuah sistem kepercayaan yang memadukan antara unsur-unsur Hindu, Buddha, dan Islam, yang lebih menekankan pada hubungan antara manusia dengan alam dan sang pencipta. Upacara adat yang berkaitan dengan Kejawen, seperti slametan atau selamatan, masih sering dilaksanakan untuk meminta berkah dan keselamatan. Budaya spiritual ini memberikan warna tersendiri dalam kehidupan masyarakat Jawa, di mana nilai-nilai kearifan lokal masih dipegang erat.


   Kesenian suku Jawa juga sangat beragam dan kaya akan nilai filosofis. Salah satu seni yang paling terkenal adalah wayang kulit, yang tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga media pendidikan moral bagi masyarakat. Wayang kulit biasanya dimainkan semalam suntuk oleh seorang dalang yang menceritakan kisah-kisah dari Mahabharata dan Ramayana. Selain wayang kulit, ada juga seni tari yang sangat terkenal seperti tari Bedhaya dan tari Gambyong yang menggambarkan kelembutan dan kehalusan budaya Jawa. Kesenian lainnya adalah gamelan, yaitu ansambel musik tradisional yang terdiri dari berbagai instrumen seperti gong, kendang, dan saron. Gamelan biasanya dimainkan dalam berbagai acara adat dan upacara sebagai ungkapan rasa syukur atau penyambutan tamu.




   Dalam kehidupan sosialnya, suku Jawa memiliki nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang sangat kuat. Konsep gotong royong ini sering diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kerja bakti membersihkan lingkungan hingga membantu tetangga yang sedang membutuhkan. Rasa kebersamaan ini juga tercermin dalam tradisi kenduri, di mana seluruh anggota masyarakat berkumpul untuk mendoakan dan berbagi makanan dalam suasana kekeluargaan. Selain itu, masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tata krama dalam berinteraksi dengan orang lain. Mereka percaya bahwa sopan santun adalah salah satu bentuk penghormatan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.


   Secara keseluruhan, suku Jawa memiliki budaya yang sangat kaya dan kompleks, serta memberikan kontribusi besar terhadap keberagaman budaya Indonesia. Nilai-nilai seperti kesopanan, kebersamaan, dan spiritualitas telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari identitas mereka. Di tengah arus modernisasi, masyarakat Jawa terus berupaya mempertahankan tradisi dan kearifan lokal mereka agar tetap lestari. Budaya Jawa tidak hanya menjadi identitas mereka, tetapi juga menjadi warisan yang perlu dijaga oleh generasi penerus. Dalam dunia yang semakin maju, suku Jawa menjadi salah satu contoh bagaimana sebuah masyarakat dapat tetap menjaga identitas budaya mereka tanpa harus kehilangan relevansi di era globalisasi.


Sumber :

1. [Kompas.com - Mengenal Suku Jawa dan Budayanya](https://www.kompas.com)

2. [Indonesia.go.id - Budaya Suku Jawa](https://www.indonesia.go.id)

3. [Britannica - Javanese Culture](https://www.britannica.com)


Blog ke 11

Vlog ke 11 Suku Jawa

  Hallo teman teman 👋🏻👋🏻 Divideo kali ini kami membahas tentang kota Jakarta dulunya bernama Batavia. Yuk simak video nyaa🤗🤗 Anggota k...